Sabtu cerah menjelang senja. Aku
menantikan hari ini. Karena, jika sesuai dengan perjanjian, maka buku novel
yang kupesan akan mendarat ke rumahku hari ini. Dalam dua hari ini aku merasa
gabut, karena, teman-teman kontrakanku sedang pulang ke Klaten. Seperti
hari-hari weekend biasanya. Sepi,
sunyi dan sendiri. Sebelum Bona, kucing kesayanganku meghilang ke entah
berantah, biasanya aku mengajaknya bicara untuk menghapuskan kegabutanku, meski
dia selalu hanya menjawab dengan “meong”. Tapi entah bagaimana imajinasiku—atau
mungkin kegabutanku yang akut—selalu bisa menerjemahkannya menjadi berbagai
macam hal. Tiba-tiba terdengar motor memecah sunyi berhenti di depan rumahku.
Kuintip malu-malu dari balkon rumahku di bawah sana terpapar sesosok gadis
sedang melepas helm yang membungkus kepalanya dan ia beranjak dari motornya
untuk menuju pintu rumahku. “tok tok tok!.” Ia mengetuk lirih sambil mengucap
salam. Bergegaslah aku menapaki turun anak tangga dan membuka pintu. Ternyata
dia adalah gadis pemiliki online shop
yang mengantarkan buku pesananku. Ketika mataku menelisik raut wajahnya,
tiba-tiba waktu membeku. Ingatanku
mencoba mengenali siapa gadis yang ada di depanku. Ternyata, dia adalah gadis
yang tempo hari datang sendiri di kedai kopi lalu menempati tempat dudukku
setelah aku pergi. Ya! Dialah orangnya. Tetapi, aku tidak berniat
menanyakannya. Barangkali aku salah orang. Jika memang benar dia, mungkin saja
hanya kebetulan. Segeralah tanganku menadah melukiskan harapan agar gadis itu meletakkan
buku pesananku di atasnya. Setelah menyerahkan bukunya, dia hanya mengucap
terimakasih lalu beranjak pergi dan aku masuk ke kamar.
Aku masih penasaran dengan gadis itu. Iseng-iseng
kupandangi foto profil Line dia. Sekali lagi mataku mencoba menelisik mencari
kejanggalan laksana sedang bermain teka-teki silang yang tersaji pada koran
minggu pagi. “Bangs*t!”, tiba-tiba aku memuji diri sendiri. Entah jariku
memiliki hasrat untuk mengerjaiku atau bagaimana, tetapi tanpa sengaja ia
menekan tombol panggil. Tanpa membiarkan detik jam dinding merangkak
sedikitpun, jempolku sekejap menekan tombol merah untuk menebus kesalahannya. Tetapi
nasi telah menjadi bubur dan mantan telah berpaling ke hati orang. Entah
mengapa yang biasanya jaringan 4Gku masih kalah cepatnya dengan kecepatan nge-rapnya Eminem, kali ini jaringanku
berjalan cepat dan panggilan salah pencet tadi langsung terhubung ke dia dan
mengirimkan notifikasi ke Line dia. Oke, kali ini situasi benar-benar membuatku
kesal. “Line!”, begtiu notifikasi yang terdengar menyentak dari HPku.
Seolah-olah aku ingin terbang ke Jepang lalu koprol sambil menelan seekor paus
hidup-hidup. Aku panik! “ada apa mas?”, gadis itu mengirim Line sebagai
response atas panggilan—salah pencet—tadi.
“Oh tidak. Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih atas novelnya.
Ternyata online shop milik mbak Icha recommended banget karena barangnya
dikirim tepat waktu tidak seperti kebanyakan online shop lainnya”. Balasku untuk mengelak.
“Sama-sama mas. Ditunggu orederan selanjutnya ya mas.” Balasnya singkat.
Aku hanya membaca Line darinya tanpa
membalasnya. Mungkin aku akan memesan buku lagi agar bisa bertemu dengannya.
Tunggu dulu...Kenapa tiba-tiba aku ingin bertemu dengannya lagi? Jika aku
memesan lagi apakah dia yang akan mengantarkan pesanannya lagi. Bagaimana jika
dia menyuruh om-om untuk mengantarkan buku yang akan kupesan? Tapi, sekali
lagi, kenapa aku ingin bertemu dengannya lagi. Memang jika dipandang, dia mirip
dengan Anggun. Apakah dia adalah reinkarnasi dari Anggun? Ah, kenapa lagi-lagi
Anggun. Kenapa belakangan ini Anggun selalu hadir dalam hari-hariku. Apakah aku
merindukannya? Merindukan ketiadaan yang lalu telah membuatku merasa ada? Gadis
itu telah menghadirkan sebuah taman bunga, lalu kulihat mawar putih dan melati
merah yang hanya satu-satunya di dunia ini. Atau mungkin aku kurang tidur, atau
mungkin kurang piknik. Baiklah....
image source : https://bawonot.blogspot.co.id/2013/09/lilin-dalam-gelap.html
0 komentar:
Posting Komentar